KENALI PAHLAWAN DALAM DIRIMU! — Part 3

Panduan Melakukan Perjalanan menuju The Inner Self

Haris Quds
12 min readDec 21, 2020
Photo by Andrew Neel on Unsplash

Pahami Prosesnya

“A hero ventures forth from the world of common day into a region of supernatural wonder.”

- Joseph Campbell, A Hero with A Thousand Faces

Pada dasarnya, seseorang akan menghadapi berbagai tahapan sebelum menjadi seorang pahlawan. Pola tahapan ini diberi nama Monomyth Cycle, atau lebih populer dengan sebutan analisis Hero’s Journey. Analisis ini biasa digunakan untuk menganalisis sebuah mitos kuno atau karya fiksi populer dalam studi susastra. Namun, sesungguhnya analisis ini sangat bisa digunakan sebagai alat untuk mengembangkan diri kita menjadi pribadi yang lebih baik. Analisis hero’s journey bisa kita jadikan alat untuk mengidentifikasi fungsi dari setiap kejadian di hidup kita dan meletakkannya secara akurat pada peta misi hidup kita.

Tahapan-tahapan hero’s journey secara umum adalah: melakukan petualangan, bertengkar hebat, memenangkan pertarungan, dan kembali dari petualangan setelah mendapatkan hadiah. Penjabaran berikut ini masih merupakan ekstraksi dari buku yang sama, A Hero with a Thousand Faces.

Menurut Campbell, ada tiga tahap utama yang selalu dilewati oleh seorang pahlawan untuk menyelesaikan satu pencarian, yaitu Departure, Initiation, dan Return. Masing-masing tahapan utama tersebut terdapat tahapan-tahapan kecil lainnya.

Memahami proses menjadi pahlawan ini sangat berguna bagi pengembangan diri kita. Karena dengan memahami tahapan-tahapan ini kita bisa mengidentifikasi setiap kejadian dalam hidup kita, sehingga kita bisa mengantisipasi dan merencanakan langkah berikutnya dengan tepat. Saya akan memberikan contoh kecil di kejadian nyata pada setiap tahapannya. Kejadian ini adalah ketika saya menjadi mahasiswa S1. Maka, dalam konteks ini, saya adalah seorang Hero as a Warrior yang berusaha membuat diri saya menjadi pribadi yang lebih baik, dan misi utama saya adalah menjadi seorang sarjana.

Photo by Aziz Acharki on Unsplash

The Departure

Tahap Departure adalah bagian yang mengarahkan Pahlawan dari dunia biasa ke dalam petualangan hingga ia menghadapi masalah pertama dalam perjalanan. Tahap utama pertama ini berisi 5 subbagian sebagai berikut.

Bagian pertama adalah The Call to Adventure. Ini adalah saat Pahlawan mendapat panggilan untuk berpetualang, baik karena kewajiban atau suatu ajakan yang tidak biasa. Campbell juga mengatakan bahwa panggilan itu juga dapat terjadi secara kebetulan. Pada kasus saya, panggilan petualangan menjadi sarjana saya dapatkan dari kewajiban moral sebagai seorang anak Indonesia pada umumnya, yaitu melanjutkan kuliah setelah lulus jenjang SMA. Panggilan tersebut tidak khusus datang pada saya, melainkan sudah menjadi standar baku di masyarakat, bahwa setelah seorang siswa lulus SMA ia harus melanjutkan ke jenjang S1 jika masih mampu.

Tahap kedua adalah Refusal of the Call. Campbell berpendapat bahwa tidak semua pahlawan menerima panggilan dengan segera, tetapi beberapa dari mereka menolak panggilan karena berbagai alasan. Mungkin, kita memiliki teman yang tidak melanjutkan ke jenjang S1 setelah lulus SMA karena alasan-alasan tertentu, kan? Pada kasus saya, saya tidak menolak panggilan tersebut. Alih-alih saya justru semangat menerimanya dan mengikuti ujian SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Dahulu nama untuk ujian tulis masuk PTN adalah SNMPTN, sebelum kemudian diganti menjadi SBMPTN.

Bagi orang yang menolak panggilan ini, mungkin dia tidak akan menjadi pahlawan dalam misi ‘menjadi sarjana’, namun berikutnya pasti ada panggilan-panggilan lain yang akan datang kepadanya. Misalnya panggilan menjadi pengusaha, panggilan menjadi pekerja, panggilan untuk menikah, dan panggilan-panggilan lainnya yang akan membawanya pada misi dan petualangan yang berbeda.

Tahap selanjutnya adalah Supernatural Aid. Pada tahap ini, setelah pahlawan menerima panggilan, ia akan mendapatkan pertemuan pertamanya dengan sosok yang akan memberinya persediaan untuk mendukung perjalanannya. Bantuan ini tidak harus benar-benar supernatural, bisa saja dalam bentuk benda-benda sepele yang tidak tampak seperti bantuan. Dalam contoh saya, bantuan ini saya dapatkan saat saya mendaftar ulang sebagai mahasiswa Sastra Inggris di Universitas Andalas. Pada saat pendaftaran ulang, setiap mahasiswa diberikan satu jaket almamater dan beberapa buku panduan. Buku-buku kecil tersebut berisi informasi dasar terkait sistem pembelajaran, sistem SKS, sistem penilaian, tahapan menuju sarjana, dan lain sebagainya.

Buku-buku ini terlihat sepele saat pendaftaran ulang, bahkan tidak sedikit mahasiswa yang segera menghilangkannya di beberapa hari pertama karena menganggap benda tersebut tidak penting. Namun pada faktanya, buku tersebut sangat berguna dalam memahami hal-hal dasar tentang dunia perkuliahan.

Tahap berikutnya adalah The Crossing of the First Threshold. Dalam melanjutkan perjalanannya, pahlawan harus melewati “gerbang” antara dunianya yang familiar dengan dunia baru yang asing dan selalu dikaitkan dengan kegelapan dan bahaya. Pada mitos-mitos, biasanya gerbang ini dijaga oleh sosok yang menyeramkan. Sosok yang akan memberi peringatan pada calon pahlawan atas marabahaya yang akan ia hadapi setelah melewati gerbang tersebut.

Pada dunia nyata, petualangan hidup yang melibatkan dua dunia yang berbeda amatlah jarang terjadi pada kita. Kita hanya bisa menganalogikan dua dunia tersebut dengan dua situasi berbeda yang dipisahkan oleh sebuah ‘gerbang’. Tugas kita adalah mengidentifikasi kedua ‘dunia’ tersebut dan mengidentifikasi apa yang menjadi ‘gerbang’ pemisah di antara keduanya.

Pada contoh misi saya menjadi sarjana, masa ospek atau pengenalan kampus adalah momen dimana saya melewati ‘gerbang’ yang memisahkan antara dunia SMA saya dengan dunia perkuliahan yang akan saya jalani. Pada saat ospek, calon mahasiswa dikumpulkan pada sebuah gedung bernama Auditorium dan di sana kami berhadapan dengan berbagai pihak yang terlihat menyeramkan dan berbahaya, seperti senior, ketua prodi, dekan, hingga rektor universitas. Namun mereka sebenarnya memiliki tujuan untuk mengingatkan saya dan calon mahasiswa lainnya bahwa perjalanan setelah itu tidaklah mudah. Gedung Auditorium tempat diadakannya acara ospek pada kasus saya merupakan ‘gerbang’ imajiner yang menjadi penanda bahwa saya tidak lagi seorang siswa SMA, melainkan seorang mahasiswa.

Setelah melewati ‘gerbang’, sang calon pahlawan akan berlanjut ke tahap The Belly of the Whale. Menurut Campbell ini adalah bagian di mana cobaan pertama akan dihadapi oleh calon pahlawan. Kondisi ini biasanya akan menjebak calon pahlawan pada suatu situasi yang memaksanya untuk menemukan jalan keluar dan berkembang menjadi pribadi yang lebih kuat.

Momen ‘perut paus’ ini saya rasakan ketika acara Kemah Bakti Mahasiswa (KBM) yang diadakan oleh himpunan mahasiswa (Hima). Kemah bakti ini ditujukan untuk melantik mahasiswa menjadi anggota Hima. Tujuan lainnya adalah untuk lebih mengenal senior-senior yang ada di Hima tersebut, agar mahasiswa baru seperti saya bisa mengambil pembelajaran dari mereka. Tentu saja, kondisi kemah bakti tersebut bagi saya terkesan seperti ‘perut paus’ karena saya harus berkemah di alam bebas selama 3 hari dua malam, tidak bisa kemana-mana, dan harus melakukan kegiatan-kegiatan outdoor yang melelahkan. Namun setelah keluar dari ‘perut paus’ tersebut, saya berubah menjadi anggota Hima, lebih mengenal orang-orang yang lebih dulu ada di kampus, dan mendapatkan bekal berupa saran dan masukan dari orang-orang tersebut.

Tahap Departure ini mengajarkan kita untuk memahami bahwa kita harus menghadapi sesuatu yang asing jika kita ingin menjadi seorang pahlawan. Kita tidak bisa menjadi pribadi yang lebih baik jika terus menetap pada zona nyaman kita saat ini. Maka kita harus melewati ‘gerbang’ menuju dunia asing yang akan menempa kita. Namun, kita juga tidak boleh cemas karena pasti akan ada pertolongan-pertolongan yang datang membantu kita melalui segala rintangan di dunia yang asing tersebut.

Photo by Hasan Almasi on Unsplash

The Initiation

Tahap Initiation ini merupakan bagian utama dari perjalanan sang pahlawan. Pada tahap ini, sang pahlawan mengalami berbagai cobaan dan berakhir dengan menghadapi musuh utama. Tahap ini berisi 6 subbagian atau tahapan-tahapan kecil sebagai berikut ini.

Subbagian pertama adalah The Road of Trial, ini adalah momen dimana sang calon pahlawan menghadapi serangkaian cobaan setelah ia mendapatkan nasihat, jimat, atau mungkin seorang penolong. Tahapan ini mungkin saja berulang setelah tahapan-tahapan berikutnya di skema The Initiation.

Dalam kisah perjuangan saya menjadi sarjana, tahapan penuh cobaan adalah ketika musim ujian berlangsung di tiap semesternya. Ujian tengah semester dan ujian akhir semester merupakan ujian secara harfiah dalam proses saya menjadi seorang sarjana. Bekal yang saya peroleh untuk menghadapi ujian-ujian tersebut tentunya berupa ilmu dari setiap kelasnya dan teman-teman yang membantu saya dalam belajar sehari-hari.

Setelah itu, sub bagian kedua adalah The Meeting with The Goddess yang dikatakan Campbell sebagai momen pertemuan seorang pahlawan dengan Dewi yang mungkin menjadi penolong magisnya selama perjalanannya. Sosok Dewi bagi mahasiswa pada umumnya biasanya adalah perempuan idamannya di kelas. Banyak mahasiswa yang kemudian berpacaran dengan teman sekelasnya saat kuliah, tentunya tidak terkecuali saya.

Saya bertemu dengan sosok ‘dewi’ dalam perjalanan saya ketika semester 3, dan seperti apa yang Campbell katakan, perempuan tersebut memunculkan semangat baru bagi saya untuk menghadapi cobaan-cobaan seperti ujian di tahun-tahun berikutnya. Karena kami bisa belajar, berdiskusi, dan bertukar pikiran bersama.

Tahapan ketiga adalah Woman as the Temptress. Campbell berpendapat bahwa ini adalah momen ‘ujian’ baru bagi sang calon pahlawan yang akan menjadi penentu apakah ia akan melanjutkan petualangannya atau tidak. Seringkali, mahasiswa keasikan berpacaran dan bergaul sehingga meninggalkan kewajiban utamanya sebagai mahasiswa. Saya sendiri kenal beberapa teman yang terjebak dalam petualangan cinta dan mengabaikan petualangan utamanya dalam mengejar gelar sarjana. Namun, untungnya saya tidak terjebak pada tahapan ini dan dapat menjadikan perempuan tersebut sebagai salah satu motivasi saya untuk lulus.

Mengenal tahap ketiga ini sangat penting karena memang pada banyak contoh petualangan manapun — tidak hanya petualangan menjadi sarjana — lawan jenis sangat berpotensi menjadi distorsi dalam perjalanan kita. Dengan mengenal tahapan ini, kita bisa menjaga diri agar tetap fokus pada tujuan utama dan justru menganggap kehadiran kekasih kita sebagai pendorong semangat kita.

Tahap selanjutnya adalah Atonement with the Father. Pada tahap ini sang calon pahlawan menyinkronkan pikirannya dengan sang ayah — atau sosok seperti ayah — yang akan membuat perjalanannya jadi lebih mudah. Karena biasanya sosok ayah adalah orang yang membimbing anaknya, maka dengan menyatukan pikiran dengannya kita bisa memperoleh sudut pandang baru atau nasehat-nasehat baru untuk menyelesaikan misi kita.

Dalam proses menjadi sarjana, saya mendapatkan sosok ayah (father figure) pada seorang pembimbing skripsi saya. Beliau adalah seorang dosen perempuan, namun beliau menjalankan peran seperti seorang ayah yang membimbing anaknya. Beliau menjadi pembimbing, teman diskusi, teman cerita, dan sekaligus orang tua selama proses penyusunan skripsi saya. Terbukti, saya bisa menyelesaikan skripsi dengan lancar karena saya berdiskusi dan bertukar pikiran dengan beliau.

Tahap selanjutnya adalah Apotheosis. Ini adalah momen ketika sang calon pahlawan menyempurnakan dirinya dengan mendekatkan diri pada Tuhan. Tahapan ini sifatnya sangat spiritual, sehingga mungkin tidak semua pahlawan mengalaminya. Biasanya, dalam mitos-mitos, sang pahlawan bertemu Tuhan atau berkomunikasi dengan Tuhan, sehingga ia kemudian menjadi manusia yang lebih bijaksana dan lebih arif.

Dalam kasus nyata, mungkin manusia tidak dapat bertemu Tuhan secara lahiriah. Namun pendekatan diri dengan Tuhan dapat dilakukan melalui praktek ibadah menurut agama masing-masing. Misalnya, ketika proses skripsi saya sendiri jadi lebih sering beribadah dan banyak berdo’a untuk kelancaran proses tersebut. Namun ada juga beberapa teman saya yang masa bodo dengan hal tersebut karena mereka tidak percaya pada kekuatan Tuhan. Maka, dalam kehidupan nyata, tahapan ini kembali lagi pada diri sendiri karena memang sifatnya sangatlah personal.

Tahap terakhir dari tahap Inisiasi adalah The Ultimate Boon. Kata ‘Boon’ jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maknanya adalah ‘anugerah’. Campbell menjelaskan bagian ini sebagai respons langsung terhadap The Call to Adventure. Ini adalah bantuan terakhir (biasanya bantuan yang lebih besar) yang mengarah ke tujuan awal petualangan. Dengan anugerah ini, sang pahlawan dapat menyelesaikan tugasnya.

Pada contoh perjalanan saya, ultimate boon saya dapatkan pada proses ujian komprehensif skripsi, atau yang biasa disingkat dengan kompre. Pada tahap ini, saya berhadapan dengan ‘monster-monster’ dalam wujud dosen penguji yang menyeramkan dan mengintimidasi. Dosen-dosen itu memberi pertanyaan-pertanyaan yang membuat saya bingung dan nyaris menyerah. Namun di balik pertanyaan-pertanyaan tersebut sesungguhnya terdapat anugerah yang besar. Para penguji memberikan nasehat dan saran yang kemudian membuat skripsi saya jadi lebih kaya dan lebih berisi. Pertanyaan yang menguji pemahaman saya dan juga saran yang diberikan para dosen akhirnya menjadi anugerah besar yang membawa saya menyelesaikan misi utama saya, yaitu menjadi seorang Sarjana Humaniora. Setelah ujian kompre, saya sudah boleh menyandang gelar S.Hum meskipun statusnya masih belum resmi karena belum melalui prosesi wisuda.

Tahapan The Initiation ini secara umum memberi pelajaran pada kita bahwa dalam misi yang kita jalani, kita pasti akan menghadapi satu musuh besar yang menjadi penentu kemenangan kita. Namun, kita tidak boleh melupakan bahwa sebelum menghadapi musuh besar tersebut, kita pasti akan menghadapi kesulitan-kesulitan atau musuh-musuh kecil di tengah perjalanan. Bahkan sosok yang terlihat menawan seperti pacar atau gebetan pun bisa menjadi cobaan atau hambatan bagi misi kita jika kita tidak bisa menguasai situasi. Kita juga bisa mempelajari bahwa di balik kemunculan momok menyeramkan yang menjadi musuh terbesar dalam misi kita, terdapat anugerah besar pula yang menanti setelah kita mampu menaklukkannya.

Photo by Helio Vega on Unsplash

The Return

Petualangan belum berakhir ketika pahlawan mengalahkan musuh besar, ia harus melalui perjalanan kembali ke tempat asalnya. Di mitos-mitos kuno, biasanya pahlawan kembali ke desa asalnya setelah berhasil menyelesaikan misinya. Ada 6 subbagian di tahap ini.

Yang pertama adalah Refusal of the Return. Setelah mengalahkan musuh besar, pahlawan biasanya harus kembali ke tempat asalnya dengan membawa apa pun yang didapatnya dari petualangan. Namun tanggung jawab untuk pulang kerap kali ditolak oleh sang pahlawan karena berbagai alasan. Tentu saja dalam kasus saya, sebagai seorang sarjana, tidak mungkin saya kembali menjadi siswa SMA. Status sebagai siswa SMA adalah ‘daerah asal’ saya sebelum melakukan misi ini, dan jelas-jelas saya sudah tidak mungkin kembali ke status tersebut.

Namun saya tetap melakukan perjalanan kembali ke ‘daerah asal’ saya yang lainnya, yaitu kembali ke status saya sebagai seorang pengangguran. Setelah lulus SMA, otomatis status saya saat itu adalah pengangguran yang harus memilih apakah akan bekerja atau melanjutkan pendidikan. Setelah mendapatkan gelar sarjana, saya harus kembali pada status pengangguran tersebut sebelum memilih lagi apakah akan bekerja atau melanjutkan kuliah ke jenjang berikutnya.

Setelah pahlawan setuju kembali ke daerah asalnya, tahap berikutnya adalah The Magic Flight, Campbell mengatakan bahwa penerbangan di sini bukan penerbangan secara harfiah, tetapi itu merupakan sebuah pengejaran. Setelah sang pahlawan menyelesaikan tugasnya, sang pahlawan dikejar oleh sosok jahat lain yang bisa jadi merupakan kutukan dari monster besar yang sudah kita kalahkan, atau sisa-sisa anak buah dari sang monster.

Pada perjalanan kembali yang saya lalui, saya harus berhadapan dengan monster-monster kecil bernama revisi skripsi dan tetek-bengek administrasi prosesi wisuda. Dalam proses tersebut, saya benar-benar dikejar oleh waktu karena saya hanya memiliki waktu kurang-lebih satu bulan untuk revisi dan pengurusan administrasi wisuda yang sangat rumit. Proses ini bisa menjadi sangat menentukan bagi seorang mahasiswa. Salah seorang teman angkatan saya menerima ganjaran yang pahit karena mengabaikan proses ini. Ia menunda-nunda revisinya hingga melewati tenggat waktu yang diberikan, sehingga ia harus mengulangi proses ujian kompre seolah-olah ia belum ujiam sama sekali.

Subbagian berikutnya adalah Rescue from Without. Kali ini, sang pahlawan akan memperoleh bantuan dari arah yang tidak terduga. Hal ini terjadi ketika sang pahlawan sudah kewalahan dan kehabisan energi untuk melanjutkan perjalanan kembali. Pertolongan ini saya peroleh ketika dalam proses pengurusan berkas-berkas wisuda. Saya sempat kewalahan mengurusi berbagai berkas yang harus diperoleh dari beberapa orang yang berbeda hingga akhirnya saya melupakan satu berkas penting yaitu kertas yang berisi tandatangan pengesahan dosen penguji skripsi. Sementara hari itu adalah hari terakhir pengurusan berkas wisuda, yaitu hari jum’at.

Saya sudah pasrah kalau saya tidak bisa wisuda untuk periode itu dan harus menunggu periode wisuda berikutnya 3 bulan lagi. Namun seorang pegawai yang bertugas menerima berkas wisuda dari mahasiswa memberi saya keringanan, bahwa saya bisa menyerahkan berkas yang terlupakan tersebut paling lambat hari selasa. Artinya saya memiliki tambahan dua hari kerja untuk mengurus berkas tanda tangan tersebut. Bapak pegawai itulah yang menjadi penyelamat tak terduga dalam perjalanan saya.

Tahap selanjutnya adalah Crossing of the Return Threshold. Dalam perjalanan kembali ke daerah asal, seorang pahlawan harus melewati gerbang yang sama dengan yang dilewati ketika hendak melakukan petualangan di tahap pertama. Dalam kasus saya, ‘gerbang’ yang saya lalui adalah gedung Auditorium, gedung yang sama yang menjadi ‘gerbang’ masuk saya ke universitas melalui acara ospek. Gedung tersebut kembali mengumpulkan saya bersama para mahasiswa lainnya dalam sebuah acara. Bedanya, acara yang diadakan kali ini di gedung tersebut adalah upacara wisuda.

Setelah melewati ‘gerbang’, pahlawan datang ke subbagian berikutnya yaitu Master of the Two Worlds. Master of the Two Worlds adalah status yang diperoleh seorang pahlawan karena sudah berhasil menyelesaikan petualangannya dan berhasil kembali ke daerah asalnya. Pada tahap ini, seorang pahlawan sudah berhak memperoleh kemuliaan untuk mengemban titel kehormatan sebagai seorang hero.

Pada konteks misi saya menjadi sarjana, saya sudah resmi boleh menyandang titel S.Hum di belakang nama saya setelah prosesi wisuda. Tentu saja saya menjadi master of the two worlds karena saya sudah memiliki titel siswa SMA sebelum memasuki dunia perkuliahan, dan kemudian saya memperoleh gelar sarjana setelah melakukan petualangan berupa kuliah S1.

Subbagian terakhir yang dilalui seorang pahlawan adalah Freedom to Live. Perjalanan pahlawan sudah berakhir dan pahlawan dapat dengan bebas memilih jalan hidup selanjutnya setelah itu. Apakah pahlawan akan menerima misi A atau misi B yang akan datang padanya. Tentu saja misi-misi akan terus berdatangan tiada henti dalam hidup kita. Maka proses perjalanan ini menjadi semacam siklus yang akan terus berulang, diawali dengan pahlawan menerima panggilan misi dan diakhiri dengan pahlawan kembali ke asalnya untuk mempersiapkan diri menerima misi selanjutnya.

Tahapan The Return ini memberi pembelajaran pada kita bahwa misi kita sesungguhnya belumlah berakhir hingga kita benar-benar telah kembali melewati ‘gerbang’ pemisah antara kedua ‘dunia’. Perjalanan kembali ini menjadi tahapan penentu apakah misi kita bisa dinilai berhasil atau tidak. Seperti contoh teman saya yang menganggap ujian kompre adalah titik finish dari perjuangannya dan melupakan tanggung jawabnya untuk revisi. Resiko yang ia peroleh adalah hal yang seharusnya tidak perlu terjadi, yaitu ujian kompre ulangan.

Bersambung ke Part 4 — End (Terbit pada Tanggal 22 Desember 2020 pukul 07:00 pagi WIB)

--

--

Haris Quds

A culture enthusiast and a book reviewer. Studied American Studies on University of Indonesia.